Kali ini saya akan
membahas salah satu jenis berita yaitu features atau berita pandangan mata.
Features merupakan berita yang biasanya berisi berita ringan, menarik yang bisa
dibaca kapan saja ataupun berisi kisah-kisah inpiratif dari kehidupan nyata.
Berita yang didapat dari wawancara dengan narasumber yang memiliki kisah yang
layak menjadi contoh bagi orang yang membaca.
Features sendiri
berbentuk seperti karangan yang memiliki alur. Biasanya features menampung
banyak karakter, kurang lebih 5000 karakter. Isinya yang terbilang banyak
biasanya akan ditempatkan pada rubrik koran pada pembahasan yang ringan.
Berikut adalah contoh
features, yang saya tulis perihal tugas Jurnalistik:
Berkah
Berdagang, Gelar Hajah telah Disandang
Ibu Kalimah dan Warung Kecilnya |
S
|
uasana panas dan lembab
disalah satu pasar besar di Kartasura. Tak membuat para penjual bahan-bahan
makanan, sayuran dan sembako menyudahi pekerjaan mereka. Meski suasana panas
akibat atap seng yang menaungi Pasar Kartasura ditambah aroma yang campur aduk
dari berbagai bebauan mereka tetap sabar menunggu para calon pembeli. Di tambah
akhir tahun yang mulai memasuki musim penghujan membuat keadaan pasar menjadi
pengap dan engap. Seakan sudah menjadi hal yang biasa para pedagang masih setia
menjajakan jualannya.
Pasar di siang hari nampak tak terlalu ramai.
Karena kebanyakan para pembeli sudah datang pada pagi harinya. Salah satu dari
ratusan penjual yang ada di Pasar Kartasura, ibu Hajah Kalimah namanya. Ibu
parubaya yang sekarang menginjak usia 56 tahun memanfaatkan pasar yang lenggang
untuk menunaikan ibadah sholat Dzuhur di
salah satu masjid di dekat pasar. Ibu dari lima orang anak itu rela
meninggalkan lapaknya demi memenuhi panggilan sang Khalik. Dan nampak tidak
khawatir meninggalkan barang dagangannya.
Ibu
Hajah Kalimah adalah salah satu pedagang yang berasal dari desa Cepogo,
kabupaten Boyolali. Beliau berjualan sayuran dan beberapa bahan lainnya sejak
tiga puluh tahun silam. Sebelum mempunyai lapak di lantai dua pasar Kartasura
sebelumnya beliau pernah berjualan di pasar bagian bawah. Dan akhirnya pindah
ke lantai dua setelah pasar selesai dibangun. Sehari-hari ibu Kalimah berjualan
dari jam tujuh pagi sampai jam setengah lima sore. Ia berjualan sendiri tanpa
didampingi suaminya. Suami beliau hanyalah seorang petani di desanya.
Sehari-hari
ibu Kalimah mengandalkan uang untuk kebutuhan sehari-harinya lewat berjualan di
pasar ini. Dua orang anaknya masih bersekolah di Sekolah Penerbangan dan STM
sedangkan tiga anaknya yang lain sudah berkeluarga. Dari pekerjaannya berjualan
sayuran beliau mampu mencukupi kebutuhan keluarganya meski hanya skala pas-pasan namun masih terbilang cukup.
Saat
menuju pasar untuk bekerja biasanya beliau berangkat naik bus Safari bersama
teman-temannya yang berjualan dan barang dagangan mereka akan diangkut dengan
mobil pick up atau mobil bak terbuka.
Beliau membeli langsung sayur-sayuran yang ia jual dari tengkulak langsung dari
daerahnya Cepogo, hal itu meminimalisir terjadi keterlambatan stock bahan yang
akan beliau jual.
Seiring
dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM ternyata hal ini cukup
berimbas pada jumlah pembeli yang datang. Pasalnya pada hari rabu tanggal 19
November kemarin tepat dimana diumumkannya harga BBM naik mengakibatkan
angkutan umum mogok massal. Membuat para pembeli yang mengandalkan jasa
angkutan umum jadi tidak bisa pergi ke pasar dan membuat pasar menjadi
lenggang. Dan membuat Ibu Kalimah menunggu lama datangnya pembeli.”Sebelumnya
belum pernah mogok seperti ini.” Ujar beliau.
Selain
masalah angkutan umum yang mogok, kenaikan BBM juga ikut andil pada kenaikan
harga bahan-bahan yang dijual. Misalnya saja harga cabai dipasaran. Sebelum
kenakkan BBM harga cabai masih kisaran Rp. 25.000/kg namun setelah BBM naik
harga cabai menjadi Rp. 50.000-60.000/kg. Sedangkan harga bawang merah dan
bawah putih hanya mengalami kenaikan sebesar Rp. 2000 yang awalnya hanya RP.
10.000/kg menjadi Rp. 12.000/kg. Sementara untuk sayuran hijau tidak mengalami
kenaikan pada saat BBM naik namun akan mengalami kenaikan tergantung waktu.
Namun
ternyata, menurut ibu Hajah Kalimah kenaikan BBM tidak terlalu mempengaruhi
niat para pembeli yang pergi ke pasar untuk berbelanja. Karena pembeli sudah terbiasa
dengan kenaikan harga-harga barang dipasar seiring dengan kenaikan harga BBM.
Sebab itu sudah menjadi hal yang wajar terjadi. Hanya saja untuk saat ini
angkutan yang mogok masal membuat pasar menjadi sepi. Para penjual yang
mengandalkan transportasi itu jadi tidak bisa berjualan begitu pula dengan
pembeli jadi tidak bisa berbelanja.
Menurut
penuturan ibu Kalimah, berjualan sayuran itu tidak ada susahnya, senang terus.
Karena beliau menikmati pekerjaannya. Yang penting mendapat uang halal, berkah
dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta uang saku anak-anaknya cukup,
seperti itu. “Urip mboten sah di damel
susah.” Tutur beliau dengan logat Jawa yang kental.
Menjadi
pedagang sayur itu resikonya adalah cuaca, jika musim hujan seperti saat ini
sayuran hijau akan mudah membusuk. Ibu Kalimah tidak akan membuangnya karena
sebelum dibiarkan membusuk biasanya akan ada pengepul yang akan membeli untuk
dibuat sambal. Jadi tidak ada sayuran yang terbuang.
Berkat
usaha dan kerja keras beliau dalam berjualan. Akhirnya beliau mendapat
kesempatan untuk menunaikan rukun Islam yang ke-enam yaitu menunaikan ibadah
haji. Beliau serta sang suami menunaikan ibadah haji pada 2013 lalu. Beliau
bersyukur kepada Allah karena telah mengizinkan ia dan sang suami menginjakkan
kaki di tanah suci meski hanya bekerja sebagai penjual sayur.
Berjualan
di pasar Kartasura ini tidak terlalu memberatkan ibu Kalimah karena tidak
adanya uang sewa untuk mempergunakan salah satu kios di pasar ini. Beliau hanya
dipungut uang karcis setiap akan membuka lapaknya. Karena beliau sudah membayar
dulu-dulu tempat yang ia gunakan untuk berjualan sekarang ini. Selain itu pasar
Kartasura juga buka setiap hari itu merupakan keuntungan bagi Ibu Kalimah
karena bisa bekerja setiap hari.
Pasar
Kartasura bagai rumah kedua beliau. Jika mengingat desa Cepogo merupakan desa
yang berada di kaki gunung Merapi. Pada waktu erupsi beberapa tahun yang lalu
ibu Kalimah tidak berniat mengungsi. Pasalnya di siang hari dia akan berada di
pasar untuk berjualan sekaligus mengungsi dari bencana erupsi Merapi. Dan sore
harinya dia akan kembali ke rumahnya.”Waktu Merapi meletus itu kayak Kiamat,
orang-orang desa semuanya mengungsi, Cuma saya dan keluarga yang masih tinggal
di rumah. Waktu erupsi merapi mati lampu selama tiga hari.” Ungkap ibu Kalimah
dengan mata berkaca-kaca.
Written by
Cita Eka Pertiwi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar